Secercah Cahaya di Tengah Lembur Malam: Kisah Rudi, Operator Pabrik dari Karawang
Pukul dua dini hari, suara mesin pabrik masih bergemuruh di ujung barat Karawang. Di antara deru logam dan bau oli, Rudi — 42 tahun — menunduk menatap layar kontrol. Matanya sembab, bukan hanya karena kurang tidur, tapi karena pikiran yang tak kunjung tenang.
Sudah hampir sepuluh tahun ia bekerja sebagai operator mesin cetak logam di sebuah pabrik otomotif. Gajinya pas-pasan. Setiap bulan, setelah uang kontrakan, cicilan motor, dan biaya sekolah dua anaknya dibayar, hampir tak tersisa apa pun.
“Saya nggak malu bilang kalau kadang makan cuma tempe goreng sama sambal. Yang penting anak-anak tetap bisa sekolah,” ujarnya pelan.
Namun awal tahun lalu, beban itu bertambah. Anak sulungnya, Sinta, diterima di universitas negeri di Yogyakarta. Sebuah kabar yang membuat dada Rudi menghangat — sekaligus menambah kecemasan baru.
“Biaya kuliah, kos, buku, makan… semuanya mahal,” katanya lirih. “Saya sempat berpikir, apa saya harus berhenti kerja dan cari tambahan di tempat lain.”
Malam-Malam Sunyi dan Sebuah Ide
Di sela-sela istirahat malam, Rudi sering duduk di depan ponselnya, mencoba mencari cara tambahan penghasilan. Bukan untuk kaya, katanya, tapi agar bisa tidur tanpa khawatir. Hingga suatu malam, ia menemukan komunitas daring tempat para pekerja saling berbagi ide kreatif: mulai dari desain digital, video pendek, sampai pembuatan gim sederhana.
“Awalnya saya cuma iseng,” kenangnya. “Tapi ternyata banyak orang kayak saya — pekerja biasa yang belajar bikin sesuatu dari nol.” Dari situ, Rudi mulai tertarik membuat permainan kecil dengan panduan gratis dari internet. Ia menamai gim pertamanya “Langkah Kecil”, tentang ayah dan anak yang berjuang menembus badai kota industri.
Titik Balik
Butuh waktu berbulan-bulan hingga karyanya selesai. Ia tak menyangka, ketika gim itu diunggah ke platform indie, banyak orang tersentuh oleh ceritanya. Beberapa pemain bahkan mengirimkan donasi kecil sebagai bentuk apresiasi.
“Waktu pertama kali lihat notifikasi itu, saya nangis. Bukan karena uangnya, tapi karena ada orang yang benar-benar merasakan apa yang saya tulis,” katanya sambil tersenyum.
Dari situlah, pelan-pelan, hidup Rudi berubah. Ia kini menjadi mentor kecil di komunitas yang dulu menolongnya. Pekerjaannya di pabrik masih sama, tapi semangatnya berbeda. Ia tahu, secercah cahaya bisa muncul bahkan dari tengah lembur malam — asal seseorang mau bertahan dan terus belajar.
Akhir yang Hangat
Sinta kini duduk di semester dua, dan setiap kali menelepon, ia selalu berkata, “Ayah, aku bangga.” Rudi hanya tertawa kecil. Ia tahu perjalanan masih panjang, tapi untuk pertama kalinya, ia tak lagi merasa sendirian.
Di dinding rumah kontrakannya, tepat di samping foto keluarga, tergantung bingkai kecil berisi tulisan tangan Sinta: “Ayah adalah inspirasi terbaikku.”
Copyright © 2025 • SAKAO-39
